Bagaimana jika tidak ada petani? Dampak yang paling terlihat jika petani berkurang adalah masa depan pertanian di Indonesia pun ikut terancam. Jadi, bisa dibayangkan sendiri bagaimana jika tidak ada petani sama sekali? Kira-kira apa yang akan kita makan setiap harinya?
Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa masa depan pertanian di Indonesia saat ini terancam semakin berkurang. Minat generasi muda di sektor pertanian sepertinya sudah semakin menipis, terutama untuk pertanian pangan.
Berkurangnya luas lahan garapan kepemilikan pribadi digadang-gadang sebagai salah satu penyebab utama keengganan tersebut.
Atas dasar itulah Presiden Joko Widodo mengunjungi para petani yang tergabung dalam SPPQT (Serikat Paguyuban Petani Qaryah Thayyibah). Dimana pertemuan tersebut berlangsung di Kantor Pusat SPPQT sendiri.
Masih ada kaitannya dengan pertemuan Presiden Joko Widodo dengan para petani di Jawa Tengah, bahwa dalam pertemuan tersebut Presiden berkesempatan untuk memberikan beberapa sambutan dan menyatakan suka citanya bisa bertemu dengan para petani, yang sudah pasti memiliki peranan penting dalam menjaga ketersediaannya pangan nasional.
Presiden mengatakan, ‘kalau tidak ada petani lantas mau makan apa? Bukan tidak mungkin lagi jika di masa yang akan datang urusan pangan akan jadi rebutan negara mana pun’.
Pada dasarnya tingkat kesejahteraan para petani sudah seharusnya menjadi hal utama yang patut diperhatikan oleh pemerintahan setempat. Peningkatan kesejahteraan para petani Indonesia bahkan menjadi salah satu yang bisa dilakukan dengan cara mengelompokkan mereka ke dalam sebuah kelompok besar, yang tentu saja tidak hanya bekerja di tengah sawah saja.
Para petani tentunya akan lebih terjamin dan bisa hidup lebih sejahtera lagi jika tidak hanya berkutat di sisi produksi. Sebenarnya keuntungan yang didapatkan dari pertanian sangat besar pada proses agrobisnisnya.
Dengan adanya kelompok besar bagi para petani tersebut diharap agar nanti bisa membuat para petani yang ada di bawahnya jadi lebih mandiri lagi. Sehingga segala kebutuhan yang ada kaitannya dengan pertanian bisa dipenuhi dengan baik, serta diproduksi sendiri. Misalnya saja dengan mulai menyiapkan pupuk untuk pertanian sendiri.
Bahkan bukan hal yang mustahil juga jika suatu saat ini juga akan dibuatkan sebuah pabrik pupuk dalam skala petani.
Sementara itu dari sisi panen dan proses penggilingannya sendiri juga harus dikerjakan secara bersama-sama. Punya unit penggilingan padi sendiri, punya perontok padi sendiri, sehingga para petani tidak akan kehilangan sebab perontok dan penggilingan padinya masih tradisional.
Tidak hanya itu, juga ada hal lain yang perlu diberikan perhatian khusus, misalnya saja mengenai pengemasan produk.
Presiden lalu memberikan contoh produk pertanian dari Sukabumi yang dikemas dengan baik. Presiden berharap agar kelompok tani bisa mengikuti langkah tersebut, sebab dengan kemasan yang baik tentu saja bisa memudahkan produk lokal untuk bersaing dengan pasar ekspor.
Hasil produksi dari petani yang sudah berkonsolidasi dalam kelompok tani besar tersebut nanti akan memiliki penggilingan modern dan kemasan yang lebih baik lagi. Apabila pasar dalam negeri sudah terpenuhi, maka ekspor dengan kemasan yang seperti ini tentu jadi lebih mudah.
Terlepas dari hal tersebut, pada dasarnya krisis yang dialami Indonesia dikarenakan kurangnya minat kaum milenial untuk menjadi petani ternyata berpengaruh besar.
Terutama bagi keberlangsungannya kehidupan masyarakat Indonesia sendiri. Bisa-bisa di beberapa tahun ke depan Indonesia sama sekali tidak memiliki petani, apabila stigma yang dibentuk kalau menjadi petani itu adalah profesi yang buruk.
Makanya, pemerintah sudah seharusnya bisa mensosialisasikan kepada generasi muda, sehingga stigma buruk yang ada dalam benaknya bisa terhapuskan dan sudah semestinya generasi muda bangga dengan profesi petani.
Yang perlu dilakukan di sini adalah proses regenerasi petani seperti lebih menggerakkan para pemuda dan sarjana terbaik untuk turut berbondong-bondong pergi ke pedesaan bukannya ke perkotaan.
Pada dasarnya setiap orang bisa menjadi petani, asal memiliki sebidang tanah atau lebih, meski orang tersebut sudah memiliki pekerjaan bukan sebagai petani sekalipun.
Maksudnya di sini adalah menjadi seorang petani bukan berarti harus mencangkul atau mengelolah lahannya sendiri, tetapi bisa pula dengan bekerjasama dengan petani tulen untuk memulai bercocok tanam di lahan pertanian yang dimilikinya.